Syekh Abdurrahman Al-Khalidi dan Sejarah Silat Kumango

"Syekh Abdurrahman Al-Khalidi dan Sejarah Silat Kumango"

elzeno 3 menit baca
Syekh Abdurrahman Al-Khalidi dan Sejarah Silat Kumango

Silat Kumango adalah salah satu seni beladiri hasil dari kebudayaan masyarakat Minangkabau. Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa narasumber, asal nama “Kumango” pada Silat Kumango berasal dari nama daerah tempat Silat ini tumbuh dan berkembang yaitu Nagari Kumango yang terletak di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Berbicara tentang sejarah dan perkembangan Silat Kumango tidak lepas dari pengalaman dan perjuangan dari Syekh. Abdurrahman Al-Khalidi, yaitu seorang putra asli dari Nagari (desa) Kumango.

Biografi Syekh. Abdurrahman Al-Khalidi

Syekh. Abdurrahman Al-Khalidi dilahirkan pada tahun 1802 masehi, mempunyai nama kecil Alam Basifat. Sebelum beliau menjadi guru besar silat dan guru besar agama Islam beliau ini adalah seorang pemuda Kumango yang sangat berani dan pantang kalah dalam hal apapun. Oleh karena itu beliau sangat desegani dan ditakuti oleh orang-orang seumuran beliau. Karena sifatnya yang seperti itu banyak pemuda-pemuda yang tidak senang dengan beliau, sehingga datang niat jahat untuk menghabisi beliau dengan membacok beliau dari belakang ketika beliau bangun untuk sholat subuh. Setelah menghabisi beliau, pemuda-pemuda tersebut pergi meninggalkan tempat kejadian (surau) dengan senang hati. Belum jauh pemuda-pemuda itu pergi dari tempat kejadian, tiba-tiba terdengar kumandang adzan subuh di tempat kejadian (surau). Ternyata yang adzan adalah beliau (Syekh. Abdurrahman Al-Khalidi). Alangkah terkejutnya pemuda-pemuda tadi, ternyata yang dibacok dan dicincang mereka adalah sebuah batang pisang. Kemudian dengan secepat kilat beliau menghilang dari pandangan pemuda-pemuda tadi.

Karena merasa terancam setelah kejadian tersebut beliau pergi dan menghilang dari Nagari Kumango, sebelum pergi beliau sempat minta izin kepada isterinya yang sedang mengandung anak beliau tiga bulan. Beliau pergi tanpa tujuan. Tak seorang pun masyarakat Nagari Kumanago mengetahui kemana beliau pergi, termasuk isterinya. Sepeninggal beliau, pada tahun 1852 lahirlah seorang anak laki-laki (yang sekarang bermakam tepat di sebelah beliau di Surau Subarang Kumango). Anaknya beliau beri nama (setelah berjumpa ketika anak beliau sudah dewasa) M. Dalil Angku Gadang.

Berpuluh-puluh tahun kemudian masyarakat kumango mendapatkan kabar bahwa salah seorang dari Nagari Kumango menjadi guru besar silat dan pengembangan ajaran agama Islam di Negara Malaysia. Mendengar kabar tersebut, pihak keluarga dan masyarakat langsung mengirimkan surat kepada beliau untuk kembali ke Nagari Kumango. Beliau membalas surat tersebut dan menyatakan ingin kembali ke Nagari Kuamango dengan permintaan agar dibangun sebuah surau di belakang kampung ditepi sungai. Dengan senang hati dan penuh semangat keluarga dan masyarakat di Nagari Kumango membuatkan sebuah surau sesuai dengan permintaan beliau. Setelah surau telah selesai dibangun, beliau kembali di kirimi sebuah surat ke Malaysia oleh keluarga dan masyarakat Nagari Kumango. Konon pada waktu itu beliau sudah menikah lagi di Malaysia dan mempunyai empat orang anak. Beberapa tahun kemudian, akhirnya beliau kembali ke Nagari Kumango dengan membawa seorang anaknya dari Malaysia yang bernama Angku Saleh.

Surau Subarang Kumango

Pada awalnya surau tersebut beratapkan ijuk, yang beliau namakan surau bulek. Setibanya di Nagari Kumango beliau lansung menuju surau yang telah dibuatkan oleh keluarga dan masyarakat yang kemudian beliau beri nama Surau Subarang. Kemudian masyarakat beramai-ramai bersama beliau untuk menimba ilmu yang beliau anut yaitu agama Islam dengan pengajiannya yang bernama tarekat Samaniyah-Naqsabandiah-Khalidiah dan Silat Kumango yang ajarannya didapat beliau sewaktu beliau berada di Mekkah yang pegajiannya di Jabal Qubis didapat dari gurunya Syekh. Bahaudin Sanaq Sabandiah, sedangkan pelajaran silat diambil lansung di makam Rasulullah dengan gurunya Syekh. Saman dan Nabi Qoidir.

Silat kumango sangat erat hubungannya dengan agama islam dan pengajian yang diamalkan yaitu tarekat Samaniyah yang falsafahnya dalam bahasa Minangkabau berbunyi :
  • silek lahia mancari kawan
  • silek bathin mancari Tuhan
Yang artinya adalah secara lahiriah Silat Kumango bertujuan untuk mencari teman, bukan untuk mencari musuh. Berguna untuk bertahan apabila diserang oleh musuh. Sedangkan secara lahiriah Silat Kumango semata-mata hanya berfungsi mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan menjalani perintahnya dan menjauhi larangannya. Hal ini senada dengan falsafah hidup masyarakat minangkabau yaitu :
  • Adat Basandi Syarak
  • Syarak Basandi Kitabullah
Yang maknanya adat bersendikan syari’at (agama), agama bersendikan Kitabullah (Al-Quran).

Inilah dasar dari pengajian dan Silat Kumango yang sekarang sudah berkembang ke luar Nagari Kumango, bahkan saat ini Silat Kumango sudah berkembang sampai ke luar negeri seperti Malaysia dan Belanda. Saat ini banyak murid-murid dari pengajian yang berasal di luar Nagari Kumango sering berdatangan ke Nagari Kumango, tepatnya ke Surau Subarang, mereka berziarah untuk mengenang jasa yang beliau tinggalkan yaitu silat dan pengajian tarekat yang telah diamalkan oleh murid-murid dan jemaah sampai sekarang. Dari dulu sampai sekarang kegiatan silat dan pengajian selalu dilakukan bersamaan di Surau Subarang. Tetapi saat ini kegitan Silat sudah sangat jarang dilakukan dikarenakan oleh beberapa hal. Hanya pengajian tarekat yang sekarang rutin dilakukan pada setiap kamis malam yang gurunya terdiri dari guru-guru tuo silek di Nagari Kumango.

sumber : majalah alkisah
elzeno
elzeno Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.
Posting Komentar
Cari ...
Menu
Tampilan
Bagikan