Ibnu Sirin - Abu Bakar Muhammad bin Sirin al-Bashri

"Ibnu Sirin - Abu Bakar Muhammad bin Sirin al-Bashri"

elzeno 1 menit baca
Ibnu Sirin - Abu Bakar Muhammad bin Sirin al-Bashri

Abubakar Muhammad bin Sirin al-Bashri (Arab: أبوبكر محمد بن سيرين البصري lahir 33 H/653-4 M, meninggal 110 H/729 M) atau disingkat Ibnu Sirin, adalah salah seorang tokoh ulama ahli fiqih dan perawi hadis dari golongan tabi'in yang menetap di Bashrah. Ibnu Sirin juga terkenal kemampuannya dalam menakwilkan mimpi, serta atas kesalehannya.

Ayahnya bernama Sirin, seorang pembuat periuk tembaga, yang tertawan oleh Khalid bin Walid dalam ekspedisinya di Ain at-Tamar. Sirin lalu menjadi budak dari Anas bin Malik, namun ia membuat perjanjian untuk memerdekakan dirinya sendiri dengan tebusan uang. Setelah itu, Sirin menikahi Shafiyah, budak perempuan Abubakar ash-Siddiq. Turut hadir dalam pernikahan tersebut tiga orang isteri Nabi Muhammad serta delapan belas orang Sahabat Nabi yang pernah mengikuti Pertempuran Badar, yang mana Ubay bin Ka'ab memimpin doa pernikahannya.

Ibnu Sirin mempelajari ilmu agama serta meriwayatkan hadis antara lain dari Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Imran bin Hushain, dan Anas bin Malik. Ia merupakan guru bagi Qatadah bin Di'amah, Khalid al-Hadda, Ayyub al-Sakhtiyani, dan lain-lain. Ibnu Sirin dilahirkan dua tahun sebelum pemerintahan Utsman bin Affan berakhir. Anas bin Malik pada saat berada di Persia menjadikan Ibnu Sirin sebagai sekretarisnya.

Ibnu Sirin memiliki banyak anak dari seorang istri, namun hanya satu yang tumbuh dewasa yaitu Abdullah. Selain sebagai ulama, profesi sehari-hari Ibnu Sirin adalah sebagai pedagang pengecer, akan tetapi ia bangkrut dan jatuh ke dalam hutang sehingga dipenjara. Anaknya Abdullah lah yang melunasi hutangnya. Ibnu Sirin meninggal di Bashrah (kini di Irak) pada hari Jum'at, 9 Syawal 110 H, kira-kira seratus hari setelah wafatnya Hasan al-Bashri.
elzeno
elzeno Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.
Posting Komentar
Cari ...
Menu
Tampilan
Bagikan