Abu Muhammad - Tsabit bin al-Aslam al-Bunani

"Abu Muhammad - Tsabit bin al-Aslam al-Bunani"

elzeno 2 menit baca
Abu Muhammad - Tsabit bin al-Aslam al-Bunani

Tsabit bin Aslam Al Bunani nasabnya kembali kepada Ummi Sa’ad binti Luay bin Ghoolib atau kepada Bunanah seorang budak wanita milik Sa’ad bin Luay, ia memelihara anak-anaknya Sa’ad hingga ia mendominasi mereka,karena itulah mereka diberi nama dengan namanya,semoga Allah merahmatinya,Beliau adalah penduduk Basrah dan seorang Tabi’in,menemani Anas bin malik ra selama 40 tahun bahkan Anas pernah berkata,kedua matamu lebih menyerupai kedua mata Rosulullah saw.

Beliau tergolong Perawi yang Tsiqah menurut Ulama Hadist bahkan Imam Ahmad menyatakan,Beliau lebih kuat daripada Qotadah. Beliau termasuk penduduk Basrah yang paling rajin beribadah,wafat pada tahun 127 H dalam usia 86Th.Syu’bah berkata,setiap hari semalam Tsabit membaca Al Qur’an dan puasa setiap hari. Ja’far bin Sulaiman berkata,aku pernah mendengar Tsabit berkata,Aku tidak menyisakan satu tiangpun di masjid Jami’ ini melainkan Aku telah mengkhotamkan Al Qur’an pada masing-masing tiang itu dan Aku juga menangis. Bahkan setelah kematiannya terdengar dari dalam kuburnya suara bacaan Al Quran.

Beliau berkata, Sholat merupakan khidmah kepada Allah di muka bumi, seandainya Allah mengetahui sesuatu yang lebih baik dari pada shalat IA tidak akan menyatakan, “Maka ia diseru oleh malaikat ketika ia sedang bersembahyang di dalam mihrab” (Qs.Ali imran : 39). Beliau berkata, Aku berjuang untuk khusyu’ dalam shalat selama 20Th,kemudian Aku menikmatinya 20Th berikutnya. Anas ra berkata, Sesungguhnya kebaikan memiliki kunci-kunci dan sesungguhnya Tsabit adalah salah satu kunci kebaikan. Diantara nasehat Beliau :

Seorang hamba tidak bisa dinyatakan sebagai Ahli Ibadah meskipun ia telah memiliki seluruh sifat yang terpuji kecuali bila dua perkara ini ada pada dirinya yaitu shalat dan puasa,karena keduanya termasuk darah dagingnya,maksud Beliau shalat yang banyak dan puasa yang banyak. Beliau juga berkata, Tidaklah seorang hamba banyak mengingat kematian pasti ia bisa melihat perubahan pada amalannya. Beliau berkata, Tidaklah suatu waktu yang lewat bagi orang yang bernyawa melainkan Malaikat Maut berdiri di sisinya,bila ia diperintahkan untuk mencabutnya pasti ia segera mencabutnya,kalau tidak ia akan pergi.

Muhammad bin Tsabit Al Bunani berkata, ketika menjelang kematiannya Aku berusaha untuk mentalqini Ayahku,ternyata Beliau berkata,sesungguhnya sekarang Aku sedang menjalankan wiridku yang keenam atau ketujuh. Beliau pernah mengeluh penyakit matanya karena kebanyakan menangis hingga hampir saja mengalami kebutaan,kemudian si dokter berkata kepadanya,Berilah aku satu jaminan yang akan kamu lakukan niscaya matamu sembuh,Beliau bertanya,apa itu? Dokter menjawab,jangan menangis,Beliau menanggapinya dengan ucapan,tidak ada manfaatnya mata yang tidak menangis.Beliaupun menolak untuk diobati.

Orang yang meliang lahatkan Beliau bercerita,ketika kami ratakan tanah kuburanya tiba-tiba jatuhlah salah satu batu bangunannya dan aku melihat Beliau sedang shalat dalam kuburnya,lalu aku berkata kepada Humaid,Tidakkah kamu melihatnya? Ia berkata,Sudah diamlah,lalu kami bertanya kepada puterinya tentang amalan Beliau,ia menjawab,Beliau selalu bangun malam selama 50Th,ketika menjelang subuh Beliau mengucapkan dalam doanya,Ya Alloh,bila Engkau menganugerahkan salah seorang hambamu untuk sholat dalam kuburnya,maka berikanlah Aku anugerah itu,tentu saja Alloh tidak akan menolak doa ini.

Humaid ini adalah putera Abu Humaid bin Barroh Al Khuza’i Maula Thalha At Tholhaat,Beliau terkenal dengan sebutan sijangkung meskipun orangnya pendek, dikarenakan tingginya Tsabit ditangannya yang satu memegang kepala mayit dan yang satu lagi memegang kedua kakinya,Beliau wafat dalam keadaan sholat pada Th 142 atau 143H,Beliau termasuk Perawi Hadits Anas ra yang dianggap Tsiqoh oleh Ulama Hadits dan Mereka menggunakannya sebagai hujjah.
elzeno
elzeno Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.
Posting Komentar
Cari ...
Menu
Tampilan
Bagikan