Urwah bin az-Zubair - Tabiin 7 Fuqaha Madinah

"Urwah bin az-Zubair - Tabiin 7 Fuqaha Madinah"

elzeno 2 menit baca
Urwah bin az-Zubair - Tabiin 7 Fuqaha Madinah

Urwah bin az-Zubair (Arab: عروة بن الزبير, w. 94 H/712 M) adalah salah satu dari Tujuh Fuqaha Madinah, yaitu sebutan untuk sekelompok ahli fiqih dari generasi tabi'in yang merupakan para tokoh utama ilmu fiqih di kota Madinah setelah wafatnya generasi Sahabat yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad. Urwah adalah putra dari pasangan Asma binti Abu Bakar and Zubair bin Awwam, adik dari Abdullah bin Zubair, dan juga keponakan dari Aisyah. Nenek Urwah adalah Safiyyah binti Abdul Muththalib, yaitu bibi Nabi Muhammad dari keluarga ayahnya.

Urwah bin az-Zubair adalah periwayat atas sebagian besar hadits yang berasal Aisyah, selain dari para Sahabat lainnya seperti Ali, Umar, Ibnu Abbas, Abu Ayyub al-Ansari, dan lain-lain. Selain itu, ia juga mendapat pengajaran dari Said bin al-Musayyib, yang lebih tua tujuh atau delapan tahun darinya. Para periwayat hadits berikutnya yang mengambil jalur darinya antara lain adalah Qatadah bin Di'amah, Ibnu Syihab az-Zuhri, Yahya bin Said al-Ansari, dan Zaid bin Aslam.

Ayahnya Az-Zubair bin Al-‘Awwam (Bahasa Arab الزبير بن العوام) (wafat 36 H/656 M) adalah putra bibi Muhammad, salah satu sahabat nabi dan termasuk as-Sabiqun al-Awwalun, yaitu salah seorang dari 10 orang yang pertama masuk Islam. Ketika pamanya Naufal bin Khuwailid mengetahui Zubair telah memeluk Islam, ia sangat marah dan berusaha menyiksanya, Zubair dimasukkan kedalam karung tikar, kemudian dibakar. Istrinya adalah Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Ibunya Asma' binti Abu Bakar (Arab: أسماء بنت أبي بكر) merupakan putri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, salah satu Khulafaur Rasyidin juga mertua Nabi Muhammad. Adik Asma' yaitu Aisyah merupakan istri Nabi Muhammad. Asma' merupakan isteri dari Zubair bin Awwam, salah satu sahabat Muhammad dan ibu dari Abdullah bin Zubair, orang Islam pertama yang lahir di Madinah pasca hijrah. Asma' menikah dua kali seumur hidupnya, sementara Zubair merupakan suami keduanya. Ia lahir pada tahun 595 Masehi, artinya ia lebih muda dua puluh lima tahun dibandingkan Muhammad. Asma' meninggal dunia pada usia 97 tahun.

Demi merealisasikan cita-cita yang didambakan dan harapan kepada Allah yang diutarakan di sisi Ka’bah yang agung tersebut, beliau amat gigih dalam usahanya mencari ilmu. Maka beliau mendatangi dan menimbanya dari sisa-sisa para shahabat Rasulullah yang masih hidup. Beliau mendatangi rumah demi rumah mereka, shalat di belakang mereka, menghadiri majelis-majelis mereka. Beliau meriyawatkan hadis dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub al-Anshari, Usamah bin Zaid, Sa’id bin Zaid, Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Nu’man bin Basyir dan banyak pula mengambil dari bibinya, Aisyah Ummjul Mukminin.

Pada gilirannya nanti, beliau berhasil menjadi satu di antara fuqaha sab’ah (tujuh ahli fikih) Madinah yang menjadi sandaran kaum muslimin dalam urusan agama. Para pemimpin yang shalih banyak meminta pertimbangan kepada beliau baik tentang urusan ibadah maupun negara karena kelebihan yang Allah berikan kepada beliau. Urwah bin Zubair menjadi menara hidayah bagi kaum muslimin. Menjadi penunjuk jalan kemenangan dan menjadi da’i selama hidupnya. Perhatian beliau yang paling besar adalah mendidik anak-anaknya secara khusus dan generasi Islam secara umum. Beliau tidak suka menyia-nyiakan waktu dan kesempatan untuk memberikan petunjuk dan selalu mencurahkan nasihat demi kebaikan mereka.

Urwah hidup hingga usia 71 tahun. Hidupnya penuh dengan kebajikan, kebaktian, dan diliputi ketaqwaan. Ketika dirasa ajalnya sudah dekat dan dia dalam keadaan berpuasa, keluarganya mendesak agar beliau mau makan, tetapi beliau menolak keras karena ingin berbuka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan minuman dari telaga al-Kautsar yang dituangkan dalam gelas-gelas perak oleh para bidadari cantik di surga.
elzeno
elzeno Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.
Posting Komentar
Cari ...
Menu
Tampilan
Bagikan