Uwais Al Qarni yang Berbakti Kepada Orang Tua

"Uwais Al Qarni yang Berbakti Kepada Orang Tua"

elzeno 2 menit baca
Uwais Al Qarni yang Berbakti Kepada Orang Tua

Uwais bin ‘Amir Al Qarni mempunyai amalan mulia bakti pada orang tua sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari sudah menyampaikan bahwa Uwais adalah tabi’in yang terbaik. Uwais Al Qarni, orang yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih syurga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.

Kisahnya adalah berawal dari pertemuaannya dengan ‘Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu. Dari Usair bin Jabir, ia berkata, ‘Umar bin Al Khattab ketika didatangi oleh serombongan pasukan dari Yaman, ia bertanya, “Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bernama Uwais bin ‘Amir?” Sampai ‘Umar mendatangi ‘Uwais dan bertanya, “Benar engkau adalah Uwais bin ‘Amir?” Uwais menjawab, “Iya, benar.” Umar bertanya lagi, “Benar engkau dari Murod, dari Qarn?” Uwais menjawab, “Iya.” Umar bertanya lagi, “Benar engkau dahulu memiliki penyakit kulit lantas sembuh kecuali sebesar satu dirham.” Uwais menjawab, “Iya.” Umar bertanya lagi, “Benar engkau punya seorang ibu?” Uwais menjawab, “Iya.”

Umar berkata, “Aku sendiri pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.” Umar pun berkata, “Mintalah pada Allah untuk mengampuniku.” Kemudian Uwais mendoakan Umar dengan meminta ampunan pada Allah. Umar pun bertanya pada Uwais, “Engkau hendak ke mana?” Uwais menjawab, “Ke Kufah”. Umar pun mengatakan pada Uwais, “Bagaimana jika aku menulis surat kepada penanggung jawab di negeri Kufah supaya membantumu?” Uwais menjawab, “Aku lebih suka menjadi orang yang lemah (miskin).”

Tahun berikutnya, ada seseorang dari kalangan terhormat dari mereka pergi berhaji dan ia bertemu ‘Umar. Umar pun bertanya tentang Uwais. Orang yang terhormat tersebut menjawab, “Aku tinggalkan Uwais dalam keadaan rumahnya miskin dan barang-barangnya sedikit.” Umar pun mengatakan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”

Orang yang terhormat itu pun mendatangi Uwais, ia pun meminta pada Uwais, “Mintalah ampunan pada Allah untukku.” Uwais menjawab, “Bukankah engkau baru saja pulang dari safar yang baik (yaitu haji), mintalah ampunan pada Allah untukku.” Orang itu mengatakan pada Uwais, “Bukankah engkau telah bertemu ‘Umar.” Uwais menjawab, “Iya benar.” Uwais pun memintakan ampunan pada Allah untuknya. “Orang lain pun tahu akan keistimewaan Uwais. Lantaran itu, ia mengasingkan diri menjauh dari manusia.” Keistimewaan atau manaqib dari Uwais nampak dari perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Umar untuk meminta do’a dari Uwais, supaya ia berdo’a pada Allah untuk memberikan ampunan padanya.

Uwais adalah tabi’in yang paling utama berdasarkan nash dalam riwayat lainnya, dari ‘Umar bin Al Khattab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang pria yang bernama . Uwais. Ia memiliki seorang ibu dan dulunya berpenyakit kulit (tubuhnya ada putih-putih). Perintahkanlah padanya untuk meminta ampun untuk kalian.” (HR. Muslim no. 2542). Ada juga yang menyatakan seperti Imam Ahmad dan ulama lainnya bahwa yang terbaik dari kalangan tabi’in adalah Sa’id bin Al Musayyib. Yang dimaksud adalah baik dalam hal keunggulannya dalam ilmu syari’at seperti keunggulannya dalam tafsir, hadits, fikih, dan bukan maksudnya terbaik di sisi Allah seperti pada Uwais.
elzeno
elzeno Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.
Posting Komentar
Cari ...
Menu
Tampilan
Bagikan