Biografi Zaid bin Haritsah (578-629)

"Biografi Zaid bin Haritsah (578-629)"

elzeno 3 menit baca
Biografi Zaid bin Haritsah (578-629)

Zaid bin Haritsah adalah sahabat nabi Muhammad, yang menjadi panglima Perang Mut'ah. Zaid bin Haritsah berasal dari kabilah Kalb yang menghuni sebelah utara jazirah Arab. Di masa kecilnya, ia ditangkap oleh sekelompok penjahat yang kemudian menjualnya sebagai seorang budak. Kemudian ia dibeli oleh Hukaim bin Hisyam keponakan dari Khadijah. Oleh Khadijah, ia diberikan kepada Nabi Muhammad yang kemudian memerdekakan Zaid bin Haritsah. Ia adalah salah satu orang yang pertama dalam memeluk agama Islam. Ia mati sebagai syuhada dalam perang Mu'tah.

Biografi

Su’da binti Tsalabah bepergian mengunjungi familinya, Bani Ma’an. Dia membawa anaknya yang masih kecil, Zaid bin Haritsah Al Ka’by. Belum berapa lama di tinggal di sana, segeromboilan orang berkuda Bani Qain, datang menyerang desa itu, lalu merampok harta benda penduduk, unta dan menculik anak-anak. Diantara anak-anak yang diculik mereka termasuklah Zaid bin Haritsah, anak Su’da.

Umur Zaid ketika itu baru menginjak delapan tahun. Para penculik membawanya ke pasar ‘Ukazh’ dan menawarkannya kepada pembeli. Zaid dibeli seorang bangan Quraisy yang kaya raya, Hakam bin Hazam bin Khuwalid, seharga empat ratus dirham. Bersamaan dengan Zaid, Hakam membeli pula beberapa orang anak yang lain, kemudian dibawanya pulang ke Makkah. Ketika Khadijah binti Khuwalid, bibi dari Hakam bin Khuwalid, mengetahui bahwa Hakam telah kembali dari pasar “Ukazh, dia datang mengunjungi Hakam untuk mengucapkan selamat datang.

Kata hakam, “Wahai Bibi! Pilihlah diantara budak-budak itu mana yang Bibi sukai, sebagai hadiah untuk Bibi. Khadijah memeriksa budak-budak itu satu persatu; maka pilihannya jatuh pada Zaid bin Haritsah, karena dilihatnya anak ini pintar dan cerdik. Kemudian Zaid dibawa pulang.

Tidak lama kemudian, Khadijah menikah dengan Muhammad bin ‘Abdullah (ketika itu beliau belum menjadi Nabi). Khadijah ingin menyenangkan hati suami tercinta, dengan memberikan sesuatu sebagai kenang-kenangan. Setelah ditimbang-timbang, dia tidak melihat hadiah yang lebih baik bagi suaminya, melainkan budak yang berbudi halus, Zaid bin Haritsah. Lalu Zaid dihadiahkannya kepada suaminya.

Zaid menjadi sahabat serta pelayan yang setia Nabi Muhammad. Ia menikah dengan Ummi Ayman dan memiliki putra yang bernama Usamah bin Zaid bin Haritsah. Ia mengikuti hijrah ke Madinah serta mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Dalam Pertempuran Mu'tah, ia diangkat sebagai panglima perang dan dalam pertempuran inilah, ia mati syahid.

Diangkat anak oleh Nabi Muhammad SAW

Zaid bin Haritsah sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid dibeli oleh Khadijah dari pasar Mekah yang kemudian dijadikan budaknya.Khadijah menghadiahkan Zaid bin Haritsah kepada suaminya, Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah sangat mencintai Zaid karena dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sangat mencintai Rasulullah. Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid berada di tempat Muhammad dan Khadijah. Dia mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memberikan kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetáp tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama Rasulullah, sehingga dari sinilah kita dapat mengetahui sifat mulia Zaid.

Agar pada kemudian hari nanti tidak menjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan Zaid bin Haritsah menuju halaman Ka’bah untuk mengumumkan kebebasan dan pengangkatan Zaid sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana firman Allah berikut ini:

” … jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu … ” (QS. At-Taubah:5)
elzeno
elzeno Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.
Posting Komentar
Cari ...
Menu
Tampilan
Bagikan