KH. Hasan Musthafa (Garut)

"KH. Hasan Musthafa (Garut)"

elzeno 2 menit baca
KH. Hasan Musthafa (Garut)

KH. Hasan Musthafa adalah seorang ulama dan pujangga islam yang banyak menulis masalah agama dan tasawuf dalam bentuk (puisi yang berirama dalam bahasa sunda), Beliau juga pernah menjadi kepala penghulu di Aceh pada zaman Hindia belanda.

sebutan akrab beliau Haji Hasan Musthafa, lahir di Garut Jawa Barat, pada 1286 H/ 3 Juni 1852 M. Beliau terlahir dan hidup dalam lingkungan menak, bangsawan sunda, tetapi berorientasi pada pesanteren. Ayahnya sengaja tak mendidiknya dari bangku sekolah yang akan membekukan dunia bagi masa depannya, melainkan memasukkannya kepesantren.

Pertama-tama beliau belajar mengaji dari orang tuanya sendiri, kemudian belajar qira'ah, membaca al Qur an dengan baik dari Kiai Hsan Basri seorang ulama dari Kiarakoneng, Garut dan dari seorang Qori yang masih berkerabat dengan ibunya.

Ketika berusia delapan tahun beliau dibawa Ayahnya menunaikan ibadah Haji, di Makkah beliau bermukim selama setahun dan belajar bahas arab dan membaca Al Qur an.

Sepulangnya dari Makkah beliau dimasukkan keberbagai pesantren di Garut dan Sumedang. Beliau belajar dasar-dasar ilmu sharaf dan nahwu, tata bahasa Arab, kepada R.H. Yahya, seorang pensiunan Penghulu di Garut, kemudian beliau pindah ke Abdul Hasan, seorang kiai dari Sawahdadap, Sumedang. dari sumedang beliau kembali lagi ke Garut untuk belajar kepada Kiai Muhammad Irja.

pada tahun 1874, beliau berangkat untuk kedua kalinya ke Makkah guna memperdalam ilmu-ilmu keagamaan islam kali itu beliau bermukim di makkah selama delapan tahun. Ketika berada di Makkah beliau berkenalan dengan Snouck hurgronje seorang orientalis belanda yang sedang meneliti masyarakat islam di Makkah.

KH.Hasan Musthafa adalah seorang ulama yang menguasai berbagai macam ilmu yang diperoleh dari guru-gurunya di Makkah, Selain kepada Syaikh Nawawi Al Bantani, beliau juga berguru kepada Syaikh Musthafa Al-Afifi, Syaikh Abdullah Az-Zawawi, Syaikh Hasballah dan Syaikh Bakri Satya.

Beliau meninggalkan Makkah pada tahun 1882, karena dipanggil Oleh R.H Muhammad Musa, penghulu Garut pada masa itu, Beliau dipanggil pulang untuk meredakan ketegangan akibat perbedaan paham diantara para ulama Garut.

Berkat Usaha KH. Hasan Musthafa dan bantuan R.H. Muhammad Musa perselisihan itu dapat diredakan.

Karena Pengetahuan agamanya yang luas , Snouck Hugronje pada tahun 1889 meminyanya untuk mendampinginya dalam perjalanan keliling jawa dan Madura.
Atas usul Snouck pemerintah belanda mengangkat KH.Hasan musthafa menjadi Kepala penghulu Di Aceh pada Tanggal 25 Agustus 1893.

jabatan sebagai kepala penghulu di aceh dipeganggnya selama dua tahun kemdian, beliau kembali ke Bandung dan menjadi Penghulu Bandung selama 23 Tahun.

Tahun 1918 atas permintaannya sendiri beliau pensiau , Beliau adalah seorang ulama yang sabar, berpendirian teguh dan berani mengemukakan pendapat serta pendirian.

Aliran mengeniai Tasawauf yang yang dianut dan diajarkannya kepada muridnya tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi beberapa orang menyebutkan bahwa beliau menganut aliran Syattariyah, suatu tarikat yang berasal dari india, yang didirikan Syaikh Abdullah Asy-Syattar, yang dikembangkan pertama kali di Indonesia Oleh Syaikh Abdul Rauf Singkel, dan menyebar kejawa barat peranan Syaikh Abdul Muhyi Pamijatan, Salah Seorang Murid Syaikh Abdul Rauf Singkel.
Dalam karyanya beliau sering menyebut nama Al Ghazali sebagai Sufi yang dikaguminya.

KH. Hasan Musthafa menyebarkan ajaranya melalui karyakarya seninya yang sangat berlainan dengan karya-karya seni sunda pada masa itu, Umumnya yang dibahas adalah masalah ketuhanan, Tasawuf. bentuk formalnya mirif dengan kitab-kitab suluk dalam bahasa Jawa, tetapi isinya lebih dekat dengan tradisi puisi tasawuf.

Beliau Wafat di Bandung pada 1348 H/ 13 Januari 1930....

sumber: Suplemen Ensiklopedi Islam Jilid 1*AP.(Habib Ahmad bin Faqih Ba'Syaiban )
elzeno
elzeno Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesama.
Posting Komentar
Cari ...
Menu
Tampilan
Bagikan